Oleh: DR. CHAIRUL HUDA, SH., MH.
I. Pengantar
Selalu
menjadi pertanyaan mendasar, “mengapa manusia meneliti”, atau “mengapa
selompok orang yang disebut-disebut sebagai ‘ilmuan’ itu melakukan
serangkaian kegiatan tertentu yang disebut-sebut sebagai ‘penelitian’,
lalu “bagaimana ‘temuan’ para peneliti mempengaruhi mereka yang meneliti
dan kehidupan manusia pada umumnya”, kemudian “apakah arti suatu penelitian
bagi ‘ilmu pengetahuan’”. Pertanyaan-pertanyaan di atas, memang tampak
sederhana, tetapi tidak selalu mudah untuk menjawabnya.
Dari
tingkatnya yang paling sederhana, sampai dengan penelitian yang dikenal
dewasa ini, suatu penelitian pada akhirnya harus selalu diorientasikan
pada pemecahan masalah yang dihadapi umat manusia. Dapat disaksikan apa
yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia maupun yang diisyaratkan Wahyu Illahi, tidak seluruhnya dapat secara “adeqwaat”
menjawab permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Dengan demikian,
alam semesta, perilaku dan kebudayaan manusia, hukum, norma, maupun
ajaran agama dalam kitab-kitab suci merupakan “objek” yang dapat senantiasa diteliti sehingga dapat memberi “value added” bagi kehidupan manusia.
Sementara itu, ilmu pengetahuan dianggap sebagai suatu proses mengetahui dan berbuat (a knowing and a doing)
(Soerjono Soekanto, 1984: 33) Dengan demikian, upaya “mengungkap
rahasia” alam semesta yang disebut meneliti itu, membuat manusia mampu
memahami dan berbuat sesuatu yang lebih baik bagi kehidupannya. Para
ilmuanlah yang membantu “menunjukkan tentang dan cara” akan sesuatu
sehingga manusia pada umumnya dapat secara “cerdas” berkehidupan,
melalui hasil-hasil penelitiannya.
Uraian
di atas menunjukkan bahwa penelitian sangat penting bagi kelangsungan
peradaban umat manusia. Tanpa “mengetahui dan berbuat” dengan benar maka
sumber daya alam dapat segera habis terpakai, atau justru kerusakan
yang luar biasa terjadi di alam semesta tanpa bisa dihindari. Pencapaian
kebahagiaan hidup manusia akan dilakukan tanpa memperhatikan
keberlangsungan hidup itu sendiri. Penelitian mempunyai peran strategis
dalam mempertahankan keberadaan manusia itu sendiri.
Suatu penelitian selalu berpangkal tolak dari “masalah”. Telah menjadi pendapat umum bahwa “masalah” adalah kesenjangan (discrepancy)
antara dua variabel atau lebih. Penentuan masalah penelitian
berhubungan langsung pada kontribusi hasil penelitian tersebut bagi ilmu
pengetahuan, dan pada gilirannya berguna bagi kehidupan manusia pada
umumnya. Sementara itu, representasi atas adanya
“masalah” ini adalah “judul penelitian”. Penentuan “judul penelitian”
tidak lain adalah penentuan “masalah penelitian”. Makalah ini akan
sejauh mungkin menguraikan “teknik” penentuan judul penelitian. Dimaksud
“teknik” dalam hal ini adalah cara atau metoda melakukannya.
II. Judul Penelitian dan Masalah Penelitian
Judul
penelitian harus dapat menggambarkan masalah penelitian yang hendak
dikaji. Dengan demikian, untuk dapat menentukan judul penelitiannya
dengan baik, seorang peneliti pertama-tama harus memahami terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan “masalah” itu sendiri.
Dalam tradisi penelitian, “masalah” penelitian selalu secara berganti-ganti dengan istilah “pertanyaan” penelitian digunakan untuk
menggambarkan adanya kesenjangan antara dua variabel atau lebih
tersebut. Misalnya seperti dicontohkan Lawrence F. Locke dkk, bahwa
kerap dalam suatu usul penelitian antara masalah dan pertanyaan
penelitian digunakan secara berganti-ganti, sehingga : “The question in this study is to investigate the problem of….” or “The problem in this study is to investigate the question of…”
(Lawrence F. Locke, Waneen Wyrick Spirdusa dan Stephen J. Silverman,
1993: 46). Padahal ada suatu perbedaan mendasar antara “masalah” suatu
penelitian dan “pertanyaan” penelitiannya, yang umumnya dikenal dengan
“perumusan masalah”.
Masalah penelitian merupakan “the experience we have when an unsatisfactory situation is encountered”, sedangkan pertanyaan penelitian adalah “a statement of what you wish to know about some unsatisfactory situation” (Ibid:
47). Dengan demikian, masalah disini mencakup pengertian yang lebih
luas daripada pertanyaan penelitian. Masalah penelitian diyakini oleh
peneliti bahwa didalamnya memuat hal-hal yang belum sepenuhnya dapat
dipahami dan dengan suatu penelitian diharapkan timbul pemahaman yang
lebih baik. Sedangkan pertanyaan penelitian
berhubungan dengan suatu hal yang tidak diketahui sama sekali atau ingin
diketahui lebih jauh dengan suatu penelitian. Judul penelitian
merupakan representasi dari masalah penelitian.
Prakteknya
di Indonesia judul penelitian identik dengan masalah penelitian, karena
rumusan masalahnya (pertanyaan penelitian) dibentuk dengan menambahkan
kata tanya, seperti “apakah”, “bagaimana” atau “sejauhmana” dari judul
tersebut. Misalnya, jika judul penelitiannya adalah “Hubungan Kenaikan
Harga BBM dengan Tingkat Konsumsi BBM Kendaraan Dinas di Kejaksaan Agung
Republik Indonesia”, maka pertanyaan penelitiannya (rumusan masalahnya)
adalah “bagaimana atau sejauhmana hubungan antara kenaikan harga BBM
dan tingkat konsumsi BBM kendaraan dinasi di Kejaksaan Agung Republik
Indonesia”. Dilihat dari konstruksi di atas, “judul penelitian” tersebut
identik dengan “masalah penelitiannya”. Padahal judul penelitian adalah
representasi dari masalah penelitian jadi tidak selalu identik.
Bahwa setiap judul penelitian harus menunjukkan adalah “masalah
penelitian” benar adanya, tetapi tidak selalu identik antara keduanya.
III. Variabel-variabel dalam Judul Penelitian
Dalam
setiap “judul penelitian” harus dapat menggambarkan masalah penelitian
yang hendak dikaji, sehingga pemahaman akan variabel-variabel masalah
menjadi penting. Dikatakan bahwa masalah adalah kesenjangan antara dua
variabel atau lebih. Dengan demikian, dalam menentukan judul penelitian,
pertama-tama adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang menentukan
adanya masalah tersebut.
Berikut
ini adalah sejumlah pertanyaan yang harus terlebih dahulu dijawab oleh
seorang peneliti sebelum menentukan judul penelitiannya, yaitu:
1. Apa yang menjadi variabel bebas (independent variable) dalam penelitian tersebut?
2. Apa yang menjadi variabel tergantung (dependent variable) dalam penelitian tersebut?
3. Apa yang paling potensial mengaburkan variabel-variabel penelitian tersebut?
4. Apa yang menjadi skala ukuran untuk setiap variabel (nominal, ordinal, interval atau rasio)?
5. Apa
yang membuat instrumen-instrumen yang digunakan atau dihasilkan dalam
menentukan skor tiap-tiap variabel dapat dipercaya dan absah (valid)?
6. Apa yang menjadi karakteristik distribusi populasi untuk setiap variabel?
Dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dapat dipastikan tentang
variabel-variabel dalam suatu penelitian. Berhubungan dengan masalah di
atas, jawabannya sebagai berikut:
1. Kenaikan harga BBM adalah variabel bebas.
2. Tingkat konsumsi BBM kendaraan dinas adalah variabel terikat.
3. Faktor yang paling potensial mengaburkan variabel-variabel ini adalah “BBM” dan “Kendaraan Dinas”.
4. Ukuran kenaikan harga adalah “rupiah”, sedangkan ukuran konsumsi adalah “liter”.
5. Kenaikan
harga didukung oleh instrumen keputusan pemerintah berupa (Keputusan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), sedangkan kenaikan konsumsi
didukung oleh instrumen Laporan Kepala Bagian Rumah Tangga tentang
“rembers bensin” mobil dinas yang diajukan para sopir.
6. Karakteristik distribusi populasi kenaikan harga BBM adalah “meningkat”, sedangkan karakteristik distribusi populasi konsumsi BBB adalah “menurun”.
Jawaban
pertanyaan no. 1 dan no. 2 dapat memastikan bahwa judul penelitian ini
merupakan representasi dari suatu “masalah”, yaitu masalah sejauhmana
kenaikan harga BBM mempengaruhi tingkat konsumsi BBM itu sendiri.
“Kenaikan harga BBM” menjadi variabel bebas karena keberadaan variabel
ini tidak ditentukan oleh faktor empiris. Artinya keberadaannya tidak
berhubungan langsung dengan empirisme yang akan diteliti. Sementara itu,
“tingkat konsumsi BBM” menjadi dependent variable, karena keberadaan variabel ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sifatnya empiri, termasuk tetapi tidak terbatas independent variable.
Berkenaan dengan jawaban atas pertanyaan no. 3, menyebabkan penelitian seperti ini harus dilengkapi dengan
mengadakan “definisi operasional” atau membangun “kerangka konseptual”
terhadap apa yang dimaksud dengan “BBM” atau “Kendaraan Dinas”. Kedua
hal ini dapat mempengaruhi tingkat akurasi penelitian jika tidak
dibatasi dengan jelas. Misalnya apakah yang dimaksud dengan “BBM” itu
semua jenis BBM yang digunakan oleh kendaraan-kendaraan dinas di
Kejaksaan Agung, yaitu keseluruhan jenis atas BBM tersebut, atau salah
satu jenisnya saja yang menonjol. Sedangkan kendaraan dinas disini,
apakah khusus kendaraan operasional ataukah semua kendaraan milik
Kejaksaan Agung.
Jawaban
pertanyaan no. 4 dan no. 5 menunjukkan bahwa variabel-variabel dalam
penelitian ini adalah masalah yang dapat dengan mudah diukur, baik dalam
tataran teknis maupun normatif. Tanpa dapat dipastikan tentang ukuran
terhadap variabel-variabel penelitian ini, boleh jadi suatu judul
penelitian memuat masalah yang “menarik”, tetapi “tidak dapat” dapat
diteliti. Syarat mutlak bagi suatu judul penelitian adalah dapat
diteliti.
Sementara
itu, karakteristik sebaran populasi sebagaimana tergambar dari jawaban
atas pertanyaan no. 6 dapat menjadi dasar penyusunan “hipotesis” dari
penelitian ini. Sekalipun tidak semua penelitian memerlukan hipotesis,
tetapi hipotesis kerja selalu diperlukan, sekalipun terhadap penelitian
hukum yang normatif. Penentuan hipotesis sangat membantu peneliti dalam menentukan arah penelitian yang dilakukannya
Jawaban-jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan di atas menunjukkan bahwa judul penelitian
mengenai hubungan antara kenaikan BBM dan tingkat konsumsi BBM kendaraan
dinas, cukup manageable, sehingga dapat untuk dilakukan. Pertanyaan penting untuk setiap penelitian apakah hal itu “dapat” dilakukan.
IV. Judul Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian
Selain
suatu penelitian “dapat” dilakukan, maka hal lain yang harus
diperhatikan oleh seorang peneliti ketika menentukan judul penelitian
bahwa penelitian tersebut “perlu” untuk dilakukan. Hal ini berhubungan
langsung dengan kegunaan hasil penelitian tersebut. Dengan demikian,
suatu judul penelitian harus menggambarkan bahwa hasil penelitian yang
dilakukan mengenai hal tersebut berguna, baik ilmu pengetahuan,
peradaban umat manusia (masyarakat) maupun bagi peneliti sendiri.
Ada tiga faktor utama yang menentukan apakah suatu penelitian “perlu atau tidak” untuk dilakukan.
1. Faktor Peneliti
Faktor
peneliti memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu
penelitian “perlu” untuk dilakukan. Peneliti harus merupakan orang
pertama yang berfikir bahwa penelitian yang dilakukannya adalah “perlu”
dilakukan. Bahkan peneliti berkewajiban menjelaskan kepada komunitas
disekitarnya bahwa masalah yang hendak diteliti perlu dipecahkan.
Menurut Joan Bolker (Joan Bolker, 1998: 11-12) perlunya
berfikir bahwa pokok hal yang akan diteliti tidaklah selalu berarti
adanya pemahaman yang sangat mendalam mengenai hal itu. Pemahaman ini
justru mungkin baru terbentuk ketika melakukan penelitian itu sendiri.
Dikatakannya:
“
I’, not recommending that you necessarily try to understand your own
pattern before you choose your thesis topic, or even that you
necessarily have one; I’m suggesting you consider that such a pattern
may exist, and allow yourself to go on a fishing expedition. This is how
you will find out where your interest lies, where your curiosity leads you”.
Dengan demikian, suatu judul penelitian harus memuat keyakinan bahwa hal yang akan dikaji sangat diperlukan.
2. Faktor Sponsor
Penelitian
yang dibiayai oleh sponsor kerapkali berhubungan dengan kepentingan
pemberi sponsor. Oleh karena itu, jawaban atas perlu tidaknya suatu
penelitian ditentukan kerapkali ditentukan oleh sponsor itu sendiri.
Tentunya, judul penelitian yang diajukan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap dapat disetujuinya usul suatu penelitian tersebut.
Hal yang perlu dijaga oleh setiap peneliti, adalah jangan sampai
penelitian yang dilakukan ataupun hasil penelitian yang diperoleh
menjadi “legitimasi belaka” dari kepentingan penyandang dana. Terutama
dalam hal tema penelitian berkenaan dengan kepentingan sponsor.
Berbeda
halnya dalam hal penelitian diajukan oleh peneliti kepada sponsor untuk
pembiayaannya. Dalam hal ini judul penelitian memegang peranan penting
sehingga, suatu lembaga atau perorangan tergerak untuk mendananinya.
Biasanya hal ini juga dikaitkan dengan kepentingan sponsor. Hal yang
perlu dijaga dalam hal ini adalah, jangan sampai kepentingan peneliti
mempengaruhi objektifitas (inter-subyektifitas) dari peneliti.
3. Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat
juga menentukan perlu tidaknya suatu penelitian. Seperti dikemukakan di
atas, penelitian sejauh mungkin merupakan upaya memecahkan masalah yang
dihadapi manusia. Suatu judul penelitian dapat “ditolak” jika tidak terkait langsung dengan pemecahan masalah manusia, tetapi semata-mata pemenuhan
“rasa ingin tahu” peneliti. Sejauh mana kepentingan masyarakat dapat
dijadikan ukuran layak tidaknya suatu judul penelitian dapat dilakukan
sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai etis masyarakat itu sendiri. Apakah penelitian berkenaan dengan cloning manusia dibutuhkan masyarakat, tergantung pada jawaban apakah hal itu tidak bertentangan dengan etika masyarakat itu sendiri.
V. Simpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa erat sekali hubungan antara
masalah dan judul penelitian. Bahkan penentuan judul penelitian tidak
lain adalah penentuan masalah penelitian itu sendiri. Setiap judul
penelitian harus sejauh mungkin memperhatikan variabel-variabel masalah
yang akan diteliti. Bahkan judul kerap menentukan bagian-bagian lain
dalam usulan penelitian, seperti definisi operasional atau kerangka
konseptual, hipotesa ataupun kegunaan penelitian.
(Sumber : http://huda-drchairulhudashmh.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment